hminews.com – Relasi Teknologi Digital dan Perkaderan HMI : Upaya Menemukan Sebuah Konsep Aplikatif Oleh : Panji Ali Mustakim
Pendahuluan
Pandemi covid-19 mendorong kebijakan pemerintah membatasi mobilitas orang dan barang dengan mengisolasinya di setiap wilayah provinsi dan kabupaten/kota. Dampaknya, dunia ekonomi tersendat, rutinitas seremonial sosial-keagamaan tersendat, aktivitas dunia pendidikan pun tersendat. Saat itu secara mendadak seluruh kegiatan belajar-mengajar di kampus dilakukan secara daring dengan segala keterbatasannya. Pandemi covid-19 membawa seluruh keadaan nasional ke dalam realitas dunia baru yang tidak terpisah dari media online, tak terkecuali HMI. Sepertinya pandemi covid-19 juga mempercepat proses transformasi multidimensi kehidupan yang tak terelakkan dari teknologi digital.
Dari latar belakang kondisi di atas, terdapat tiga keywords yang akan menjadi topik bahasan dalam tulisan ini yaitu Perkaderan, Pandemi covid-19, dan Revolusi industri 4.0. Di mana dinamika perkaderan menjadi subjek dan objek yang dipengaruhi adalah pandemi covid-19 dan revolusi industri 4.0. Perkaderan HMI perlu menemukan alternatif-alternatif solusi dalam menghadapi pengaruh tersebut, yang tentunya untuk keberlangsungan proses perkaderan itu sendiri. Dalam rangka menjelaskan hal tersebut, terdapat dua pertanyaan yang menjadi rumusan masalah dalam tulisan ini. Pertama, urgensi apakah yang mendesak dan mengharuskan HMI mengadaptasi teknologi digital ? Kedua, konsepsi adaptasi teknologi apa yang dapat kita rumuskan dan aplikasikan ke dalam realitas perkaderan HMI ?
- Dinamika Perkaderan dan Instrumentasi Teknologi
Berbicara mengenai dinamika perkaderan HMI, tidaklah dapat dipisahkan dari dinamika eksternal yang memengaruhinya. Hari ini, dinamika eksternal adalah revolusi industri 4.0 dan pandemik covid-19. Kedua dinamika ini bagi penulis memiliki keterkaitan terutama dalam hal digitalisasi proses kehidupan sosial masyarakat di setiap sektor yang ada, tak terkecuali bagi kehidupan organisasi. Sebab, pandemi yang merebak ditanggapi oleh pemerintah dengan kebijakan pembatasan orang dan barang, dan hanya digitalisasi yang dapat mengatasi kondisi tersebut, sehingga tentu saja masuk akal jika penulis mengatakan bahwa pandemi mengakselerasi proses digitalisasi kehidupan sosial masyarakat.
Implikasi dari dinamika eksternal di atas antara lain, pertama di dalam manajemen pengelolaan organisasi. Dengan format daring yang diberlakukan oleh HMI, beberapa kendala muncul berkaitan dengan koordinasi, komunikasi, dan transformasi yang tidak optimal. Ironis bukan? Instrumentasi teknologi semestinya adalah solusi yang memberikan efektifitas dan efisiensi pengelolaan, namun hal yg terjadi di HMI justru sebaliknya. Implikasinya adalah minimnya responsivitas struktur dalam menanggapi perkembangan internal dan ekternal organisasi. Dampaknya fungsi-fungsi dan kebijakan-kebijakan krusial tidak dapat direalisasikan.
Kedua, hal yang sama terjadi di dalam aktivitas perkaderan kita, mestinya instrumentasi teknologi menjadi alternatif dan menghadirkan efektivitas dan efesiensi pengelolaan kader, namun yang terjadi justru sebaliknya. Format daring tidak dapat mengatasi kesulitan mengelola kader yang tersebar di kampung masing-masing. Akibatnya, aktualisasi skema model perkaderan tidak secara simultan terselenggara. Perkaderan menjadi sekedar formalitas dan tidak berefek pada transformasi kepemimpinan yang lebih baik.
Penulis mengira bahwa problem utamanya adalah pada suatu konsep utuh yang belum terumuskan mengenai instrumentasi teknologi. Dalam buku yang ditulis Hartanto (2013) dijelaskan bahwa menurut Don Ihde realitas dunia-kehidupan tidak dapat dipisahkan dari relasi antara manusia dengan instrumen teknologi. Don Ihde membagi relasi itu ke dalam lima relasi, yaitu relasi kemenubuhan, relasi hermeneutis, relasi alteritas, dan relasi latar belakang. Pandangan Don Ihde inilah yang menandai munculnya paradigma posfenomenologis. Dalam pendekatan Don Ihde inilah kita dapat menyimpulkan bahwa dunia kehidupan tak dapat lepas dari penyingkapan teknologi. Hal yang sama juga dialami dalam aktivitas perkaderan kita. Contohnya penggunaan bangku dan kursi yang menandai bahwa HMI juga menyadur format pendidikan kelas yang setara dan beradab.
Era hari ini adalah era disrupsi. Dalam Schwab (2019), era disrupsi ini diakibatkan oleh perkembangan lebih lanjut dari revolusi industri yaitu revolusi industri 4.0. Di antara kemajuan teknologi pada tahap ini ialah ditemukannya Internet of Things (IoT). IoT adalah gugus digital yang memungkinkan relasi antara manusia, produk, tempat, layanan, informasi, dan data melalui beragam perangkat teknologi yang terhubung dengan internet. Dari IoT inilah kemudian Big Data lahir. Implementasi IoT kini dapat dilihat di dalam smart home dalam bidang properti, e-learning dalam bidang pendidikan, dan tracing dalam bidang logistik.
Teknologi IoT mestinya sudah mulai diadaptasi oleh HMI untuk mereformasi pengelolaan organisasi dan aktivitas perkaderannya. Masuknya variabel revolusi industri 4.0 dalam pendahuluan pedoman perkaderan dari hasil kongres 2021 adalah isyarat untuk melakukan adaptasi tersebut. Hanya proses adaptasi tersebut harus seturut dengan penguatan sistem budaya dan sistem nilai perkaderan kita.
Sebab dijelaskan di dalam Hartanto (2013), instrumentasi teknologi kerap kali mereduksi realitas dalam persepsi indrawi tertentu, misalnya di dalam relasi hermeneutis dan kemenubuhan. Sebagai contoh kasus, format daring pada dasarnya mereduksi persepsi kita tentang pengalaman perkaderan ke dalam kualitas pendengaran dan pengelihatan saja. Sebab yang tampak di hadapan kita adalah piranti teknologi yang memancarkan teks, audio, dan video yang hanya dapat kita lihat dan kita dengar.
- Sebuah Referensi Konsep
Omni-Channel dapat menjadi gerbang untuk mengoptimalisasi IoT. Secara sederhana, Omni-Channel merupakan strategi di dalam bidang pemasaran. Teknologi digital dan saluran lainnya diintegrasikan untuk mengidentifikasi pengalaman pelanggan terhadap berbagai macam produk secara holistik (Hutabarat, Altamira dan Adelina 2021). Konsepsi Omni-Channel ini memungkinkan untuk diadaptasi di dalam pengelolaan perkaderan kita.
Idham Hamidi, pengader jogja lulusan SC 85, melakukan perumusan konsepsi Omni-Channel di dalam pengelolaan perkaderan HMI. Konsepsinya mengoptimalkan teknologi digital dan saluran lainnya sebagai sarana kader di dalam proses perkaderan. Setidaknya jika dianalogikan Omni-Channel di dalam proses perkaderan, menempatkan kader sebagai objek dan subjek yang dikelilingi oleh saluran-saluran yang dapat dioptimalkan untuk menunjang proses perkaderannya. Bangunan infrastruktur tersebut seolah-olah layaknya jaring laba-laba yang mengelilingi kader sebagai pusat pertemuannya. Saluran-saluran yang mengelilinginya adalah Physical site, online/konektivitas, media sosial, mobile/smartphone, Big Data, dan CRM/Cadre Relationship Management.
Kader di dalam skema ini adalah individu yang memiliki saluran-saluran online maupun offline. Saluran-saluran ini bersifat paralel. Satu waktu kader mengakses smartphonenya untuk bermain game, satu waktu berselancar di media sosial, dan satu waktu mencari referensi tugas. Satu waktu yang lain kader juga mengakses komisariat sebagai tempat untuk bersosialisasi dalam dunia nyata. Membangun relasi-relasi dengan temannya yang sebaya di komisariat adalah suatu pemenuhan kebutuhan alamiah sebagai organisatoris.
Seperti yang dijelaskan di atas bahwa masing-masing saluran yang ada alih-alih bersifat paralel, namun semuanya saling terintegrasi dan saling mendukung. Di dalam realitas perkaderan juga, aplikasi Omni–Channel juga menuntut hal tersebut untuk dipahami. Sebagai penanggung jawab perkaderan, pengurus harus dapat mengoperasikan keseluruhan jaringan sebagai saluran identifikasi kader, melakukan treatment perkaderan, dan merealisasikan proses perkaderan. Pengalaman perkaderan yang lengkap haruslah terdokumentasi dengan baik melalui keenam saluran itu. Kita dapat membayangkan, bagaimana hal ini jika direalisasikan ke dalam perkaderan kita.
Omni-Channel dapat direalisasikan berbarengan dengan konsep-konsep digitalisasi lainnya. Hal ini membuka kemungkinan pengembangan-pengambangan lanjutan di dalam perjalanannya kelak, misalnya seperti e-learning yang penulis sampaikan pada bagian kedua, atau perpustakaan online, e-HMI, dan lain sebagainya. Sehingga saluran itu pun juga dapat dimasukkan ke dalam bangunan Omni-Channel.
Konsep ini pada dasarnya adalah sarana bagi kader dan pengurus untuk dapat mengelola realitas digital untuk kepentingan perkaderan, maka letaknya bukan pada apakah suatu agenda perkaderan diselenggarakan dengan menggunakan metode daring, metode luring, ataupun blended method. Namun ketika agenda itu diselenggarakan, sudahkah kita memanfaatkan sarana media digital yang ada secara simultan dan terintegrasi. Hal inilah yang menjadi kata kunci dari Omni-Channel, yaitu simultan dan terintegrasi. Selain itu Omni-Channel juga dapat diaplikasikan ke dalam skema model yang ada dengan menyesuaikan kebutuhan dari masing-masing skema model yang ada (Metode Luring, Metode Daring, dan Blended Method). Hal ini dapat dilihat dari ketentuan-ketentuan pelaksanaan dan maksud di balik itu. Tentu saja hal ini menjadi kebebasan bagi penanggung jawab perkaderan di setiap tingkatan struktural untuk menginterpretasikan ketentuan-ketentuan itu. Namun paling tidak, penulis ingin mempertegas bahwa Omni-Channel dapat diaplikasikan dalam skema kegiatan perkaderan secara daring, luring, atau bahkan blended method.
Omni-Channel adalah konsep utuh yang membuka gerbang bagi HMI untuk menyongsong teknologi IoT. Realitas digitalisasi dan elektronifikasi penulis bayangkan tidak hanya akan berhenti pada bentuknya yang keempat. Ini bukanlah suatu yang tidak mungkin, bahkan dulu kita merasa terlalu utopis melihat rumah yang dipenuhi sensor-sensor yang memanjakan penghuninya. Hari ini jangankan rumah, beberapa negara hendak merealisasikan smart-city yang tentu saja merupakan adaptasi dari IoT. Oleh karena itu, dimulai dari Omni-Channel sebagai sebuah konsep yang utuh dan dapat berkembang, penulis berharap HMI dapat menyongsong disrupsi-disrupsi selanjutnya yang akan datang dari kemajuan teknologi digital.
Terakhir, penulis juga ingin mempertegas bahwa skenario pengaplikasian Omni-Channel harus memperhatikan aktualisasi skema model perkaderan yang juga terintegrasi dan simultan. Sebab, Omni-Channel hanya sekedar skema teknis yang perlu diisi dengan paradigma perkaderan yang konsisten. Oleh karena itu, konsistensi perkaderan menjadi standing point terakhir yang perlu ditekankan. Akhir kata, penulis berharap tulisan ini dapat berkontribusi menjadi oase di tengah keringnya wacana perkaderan hari ini. Selain itu, konsep yang penulis tawarkan dapat direalisasikan dan menjadi alternatif perkaderan di masa pandemi dan sekaligus menyambut terbentuknya masyarakat modern berbasis IoT di masa mendatang. YAKUSA!!!
Daftar Pustaka
Hartanto, Budi. Dunia Pasca-Manusia (menjelajahi Tema-tema Kontemporer Filsafat teknologi). Depok: Kepik, 2013.
Hutabarat, Peny Meliaty, Melisa Bunga Altamira, and Erni Adelina. “Pemanfaatan Strategi Omnichannel Marketing di Perguruan Tinggi.” Jurnal Vokasi Indonesia, 2021: 52.
Schwab, Klaus. Revolusi Industri keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka, 2019.
Apakah Anda sedang mencari spesialis jasa kontraktor kolam renang Palembang, Prabumuli, Pagar Alam, Lubuk Linggau (Sumatera Selatan)? Segera hubungi konsultan dan kontraktor kolam renang sudah berpengalaman…