hminews.com – Per tanggal 9 Agustus 2021, PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) resmi mengambil alih kelola Blok Rokan dari PT Chevron Pasific Indonesia yang telah memegang 97 tahun wilayah kerja Migas terbesar itu.
Blok Rokan merupakan wilayah kerja yang penting bagi Indonesia. Wilayah kerja yang sebelumnya di kelola oleh Perusahaan Migas asal Amerika ini secara kumulatif telah menghasilkan minyak sebanyak 11,69 miliar barel minyak atau setara dengan 46% produksi nasional sejak berproduksi pada tahun 1951 lalu.
Merespon peresmian alih kelola Blok Rokan tersebut, Sekjend PB HMI MPO Zunnur Roin menyatakan peralihan pengelolaan Blok Rokan bukan nasionalisasi aset. Zunnur menyebutkan bahwa segala yang ada di wilayah NKRI adalah aset Negara. Hanya manfaat dari tata kelolanya saja yang tidak maksimal karena ada campur tangan asing dalam pengelolaannya.
“Sejak berdiri, urusan wilayah NKRI baik darat,laut dan diudara sudah diatur hak dan kewajiban penggunaannya, Tapi manfaat ekonominya saja yang merugikan rakyat Indonesia. Tak lain karena ketidakberdayaan kita dalam mengelolanya sehingga butuh tangan asing, sehingga Aset-aset nasional yang produktif ini akhirnya memberi faedah bagi Asing dan kroni-kroni Nasional yang hanya segelintiran orang saja,” ucap Sekjend PB HMI kepada hminews.com, Kamis 12 Agustus 2021.
Lanjut zunnur, Perlu memahami kalimat Nasionalisasi dengan serius. Baginya peran serta perusahaan asing masih terbuka lebar karena konsekuensi UU Penanaman Modal Asing.
“Kalimat Nasionalisasi harus kita pahami dengan serius, Selagi masih ada ruang penanaman modal asing maka tak ada istilah Nasionalisasi. Dan skema business to business membuka celah keterlibatan asing kok dalam urus mengurus blok rokan itu,” jelasnya.
BACA JUGA : 3 Alasan Pemprov NTB Ajukan Pinjaman Anggaran Rp750 Miliar ke BUMN
Disamping itu, Zunnur mengakui kebanggaannya karena tahun 2018 silam Pertamina menang dalam kompetisi tender pengelolaan Blok Rokan. Zunnur pun memastikan Pertamina belum mampu mengelolanya sehingga membutuhkan perusahaan asing pada sektor-sektor pengelolaanya.
“Kita bangga saat 2018 lalu Pertamina menang dalam Head To Head dengan Chevron di tender, tapi Pertamina sudah pasti belum mampu kelola sektor Migas yang berbiaya mahal dan berteknologi tinggi itu, jadi masih butuh Asing di sektor-sektor tertentu,” ujarnya.
Zunnur meminta Peralihan kelola blok rokan ini jangan dijadikan pernyataan politis berbagai pihak atas keberhasilan Pemerintahan Joko Widodo. Menurutnya, limit kontrak Blok Rokan memang jatuh di waktu pemerintahan Joko Widodo dan ukuran keberhasilannya harus diukur objektif.
“Nasionalisasi itu lip service aja untuk meningkatkan popularitas Jokowi, Timing nya saja yang kebetulan. Menilai keberhasilan Jokowi harus objektif, Ukurannya ya produksi Migas meningkat,APBN bertambah dan para mafia Migas diputus mata rantai peranannya melalui kebijakan ekonomi bisnis yang Expert,” tandas Sekjend PB HMI tersebut.