Diplomat adalah seseorang yangditunjuk oleh negara untuk melakukan upaya diplomasi di negara negara sahabat atau organisasi international demi kepentingan negaranya. Jadi fungsi dan tugas utama seorang diplomat adalah melindungi kepentingan nasional di luar negeri disamping melakukan aktivitas promosi dan menjalin hubungan persahabatan dengan negara dimana dia ditugaskan.
Dengan tugas yang mulia seperti itu wajar kiranya mereka mendapat gaji atau tunjangan khusus yang besar dibandingkan dengan sesama pejabat yang bertugas didalam negeri. Namun kenyataanya banyak diantara mereka justru memanfaatkan posisi dan kedudukan mereka untuk melakukan penyelewengan demi memperkaya diri dengan berbagai macam cara.
Kondisi ini semakin didukung dengan keberadaan mereka di luar negeri sehingga fungsi pengawasan, baik secara internal maupun eksternal sulit dilakukan sehingga masyarakat tidak mengetahui praktek kotor mereka. Terutama para Kepala Perwakilan banyak diantaranya mereka yang bertindak seperti layaknya raja kecil dilingkungannya, karena dengan kekuasaan untuk mengelolah anggaran dia dengan mudahnya melakukan manipulasi tanpa kontrol dan sangat kreatif dalam memainkan anggaran negara demi kepentingan pribadi. Biasanya bentuk penyelewengan tersebut bisa berupa laporan perjalanan dinas fiktif, markup tunjangan rumah, penggunaan uang representative tidak semestinya, maupun pengadaan barang/jasa pribadi dengan menggunakan anggaran dinas melalui manipulasi bukti tanda terima atau kwitansi.
Salah satu contoh kecil adalah bentuk ketidak wajaran dalam tunjangan pendidikan anak yang dilakukan oleh Kepala Perwakilan RI di Osaka Jepang. Dugaan penggelembungan tunjangan pendidikan dapat diketahui dari laporan anggaran pada bulan Juli dan Desember 2010.
Ibnu Hadi, yang menjabat sebagai Konjen sejak bulan Januari 2010, mendapatkan tunjangan pendidikan dua anaknya masing-masing sebesar 18,355.20 USD (10,282.12 + 8,073.08) tunjangan pendidikan anak SD dan 19.308,04 USD (9,882.68 + 9,425.36) untuk biaya pendidikan tingkat SMU. Dengan asumsi nilai tukar USD terhadap Yen Jepang pada bulan Juli 2010 adalah 1 USD=85 Yen, dan pada bulan Desember 2010 adalah 1 USD=82 yen, maka besaran tunjangan pendidikan yang dibayarkan adalah sebesar 1,612,907.32 Yen untuk SMA dan 1,635,972.76 yen untuk tingkat SD.
Menurut penelusuran yang dilakukan, tiga orang anak-anak Ibnu Hadi sekolah Marist Brothers International School. Besaran angka tunjangan pendidikan tersebut diatas menjadi sangat janggal dan aneh jika dibandingkan dengan Tuition Fee sekolah tersebut yang hanya sebesar 1.285.000 yen/tahun untuk tingkat (SD ) dan 1.365.000 Yen untuk tingkat (SMP-SMA) . lihat URL berikut: http://marist.ac.jp/uploads/otherpdf/TuitionFeeStructure2011-2012.pdf
Sesuai dengan SK. Menlu RI Nomor SK.111/BBPA/KP/VI/2010/19 yang dalam kausulnya menyebutkan bahwa “Pemberian bantuan biaya pendidikan anak diplomat yang sedang bertugas di luar negeri adalah hanya sebatas uang sekolah (tuition fee) saja dengan persyaratan melampirkan tanda bukti asli pembayaran.” Jika yang ditanggung negara hanya tuition fee saja maka diperoleh selisih nilai sebesar 247,707 + 350,972 =598,679 Yen yang menjadi beban negara.
Mungkin banyak kalangan menganggap bukanlah jumlah yang signifikan namun korupsi adalah korupsi, dan jika kita ingin mewujudkan bangsa kita menjadi bangsa yang bermartabat kita harus menerapkan sikap zero tolerant pada koruptor dan praktek korupsi itu sendiri. Dan perlu diingat bahwa penyelewengan yang terjadi di kantor perwakilan RI di Osaka ini harus dipahami sebagai fenomena gunung es karena sangat dimungkinkan terjadi diperwakilan yang ada di negara lain. Contoh kasus diatas membuktikan bahwa seorang Diplomat/Kepala Perwakilan eselon II dengan gaji 10,000 USD/Bln atau setara dengan 90 juta rupiah ditambah berbagai macam tunjangan dan fasilitas mewah lainnya seperti mobil, rumah dll ternyata masih melakukan praktek memperkaya diri dengan cara penyelewengan uang negara yang notabene berasal dari pajak masyarakat.
Memang secara berkala telah dilakukan pemeriksaan internal, namun audit internal mempunyai tingkat acceptability yang rendah. Hal ini dikarenakan adanya semangat corp sehingga tidak mungkin terjadi istilah jeruk makan jeruk. Dan lagi jika ditemukan penyelewengan sekalipun sang pelaku hanyalah mendapatkan sanksi yang sangat ringan dan tidak menimbulkan efek jera namun justru semakin membuat pelaku korupsi bertambah kreatif dalam memainkan anggaran negara demi memperkaya diri.
Selain kasus tersebut diatas masih banyak ditemukan bukti-bukti penyelewengan uang negara oleh para diplomat kita di LN dan akan kita sampaikan pada kesempatan selanjutnya. Hal ini diharapkan membuka mata masyarakat kita pada prilaku korup para diplomat RI di luar negeri sehingga menjadi pintu masuk untuk dilakukan audit external yang independen dan tranparant untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat pada pemerintah. (bersambung)
Prayitno Hadi
10 Comments
Comments are closed.
bangsa yang putus asaaaaa………………….
bangsa mental priyayi, mau sok
nggak mau kerja keras
pada umumnya ( kebanyakan ) seperti diatas hanya saja ketahuan apa tidak,jadi perlu diperiksa semua diplomat oleh auditor independent.pada umumnya gajih diplomat utuh dan masih ada plus plus plus dari kiri kanan atas bawah ( korup ) karena rendahnya jiwa negarawan para diplomat dan bahkan tergolong primitif
selama ini Perwakilan RI di LN itu dikontrol oleh Sekjen dan diawasi oleh Irjen, yg notabene adalah instansi internal. Depkeu kadang jg melakukan pemeriksaan, tp tidaklah detil dan ketat. Istilahnya pengawasan Pemerintah RI terhadap perwakilannya di LN adalah sangat lemah…. baik itu pengawasan pengelolaan dana negara, maupun kinerjanya….
Bukan lagi rahasia apabila Kepala Perwakilan itu seperti raja kecil di wilayah kerjanya, lokal staff jelas tidak berani angkat bicara, karenakonsekuensi adalah kontrak kerja mereka bisa saja tidak diperpanjang dgn berbagai macam alasan…
Ada kelompok non pemerintah yang mengawasi KBRI, contohnya di Jepang:
ini beritanya:
Perangi Korupsi, MASSA Jepang Berdiri
Sabtu (9/12) sore ini tepat pukul 15.30 berdiri sebuah organisasi Masyarakat Anti Korupsi dan Peduli Bangsa (MASSA)-Jepang yang dimotori oleh para pelajar(mahasiswa) dan tokoh masyarakat Indonesia di Jepang. Dalam deklarasi yang dibacakan Kadarsah (peneliti dan aktivis LSM) menyatakan bahwa keberadaan MASSA-Jepang ini sebagai wujud tanggungjawab moral bangsa Indonesia yang ada di Jepang. Keberadaan organisasi ini dimaksudkan untuk menampung pengaduan warga Negara Indonesia tentang perilaku pejabat publik yang berkunjung ke Jepang dan birokrasi di Jepang, mempublikasikan hasil pengaduan secara berimbang dan bertanggungjawab, dan memberikan rekomendasi kepada lembaga terkait untuk menindaklanjuti. Fenomena Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang belum juga usai menjangkiti masyarakat dan birokrasi Indonesia menjadi sorotan penting dari organisasi ini yang mungkin juga terjadi pada birokrasi Indonesia yang ada di Jepang. Disela-sela deklarasi Harus Laksana Guntur mengemukakan bahwa keberadaan organisasi ini tidak seperti Embassy Watch yang cenderung penjadi pengawas dan pemantau KBRI tetapi lebih luas mencakup aspek-aspek advokasi masyarakat yang ada di jepang dan kontrol terhadap para pejabat yang berkunjung ke Jepang.
Organisasi yang didirikan bertepatan dengan hari anti korupsi internasional ini merupakan organisasi yang independent, bersifat terbuka dan bekerja dengan prinsip berdasar pada data dan fakta, mengutamakan kepentingan bangsa, menjaga kerahasiaan identitas pelapor, dan bekerjasama dengan siapapun yang peduli pada harkat dan martabat bangsa di mata dunia dan bangsa Jepang. Secara keseluruhan agenda tersebut terangkum dalam Visi yang dibuatnya yakni terbangunnya partisipasi warga negara Indonesia di Jepang dalam ikut menjalankan fungsi kontrol terhadap perilaku pejabat publik dan birokrasi.
Para deklarator organisasi MASSA-Jepang ini adalah para pelajar, aktivis LSM, pendidik dan tokoh masyarakat Indoensia yang ada di Jepang. Mereka adalah Edy Marwanta (Ketua PPI Jepang), Kadarsah (Peneliti dan aktivis LSM), Harus Laksana Guntur (Direktur Indonesia Rural Development Institute-IRDI), dan Ubedilah Badrun (Pendidik dan Tokoh masyarakat Indonesia di Jepang).
membasmi (KKN),
mimpi..
kalau hanya sekedar penrdepatan,
ketegasan yang kita perlukan untuk membasmi (KKN)..
membasmi (KKN),
mimpi..
kalau hanya sekedar perdepatan,
ketegasan lah yang kita perlukan untuk membasmi (KKN)..
mari kita wujudkan itu,
aminnnn
Di baris paling bawah ditulis bersambung. Sambungannya mana ya, sudah 7 bulan lebih. Jadi pengen tahu kelanjutannya.
yang diperlukan dlm membasmi KKN adalah kejujuran. Cuma mslhnya itu jadi porsi masing2, krn akarnya adl budaya kita. Bisa lumayan membantu sih kalo seluruh rakyat ga jadi pribadi yg melulu menyalahkan pejabat tp berfungsi maksimal pd profesi dan kehidupannya masing2. Change starts with one person and pass it on to others.
tidak dicantumkan sumber yg valid ttg hitung2an anggaran tsb di atas. jadi saya pikir tdk ada alasan untuk langsung percaya pada artikel di atas, apalagi menyamaratakan semua diplomat dgn label “koruptor”.