HMINEWS, Jakarta – Serikat Pekerja BUMN meyayangkan pernyataan IAW yang tidak didukung dengan data yang akurat alias asal bunyi saja. Berikut ini adalah pernyataan sikap SP BUMN sebagaiman disampaikan oleh ketua umum Komite Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu Arief Poyuono, S.E. kepada HMINEWS:
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23E, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, serta Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, tugas dan wewenang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga negara lainnya, Bank Indonesia, badan usaha milik negara, badan layanan umum, badan usaha milik daerah, dan lembaga atau badan lainnya yang mengelola keuangan negara. Pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK terdiri atas pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT). Hasil pemeriksaan tersebut dituangkan dalam bentuk laporan hasil pemeriksaan (LHP).
Selanjutnya, BPK menyusun ikhtisar hasil pemeriksaan semester (IHPS) yang merupakan informasi secara menyeluruh dari seluruh LHP yang diterbitkan oleh BPK dalam satu semester tertentu. IHPS tersebut disusun untuk memenuhi amanat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Pasal 18 yang mengharuskan BPK menyampaikan IHPS kepada lembaga perwakilan, presiden, dan gubernur/bupati/walikota selambat-lambatnya tiga bulan sesudah berakhirnya semester yang bersangkutan.
Terkait dengan tuduhan Indonesia Audit Watch (IAW) terhadap Badan Pemeriksa Keuangan yang tidak mengaudit 141 BUMN secara professional dan dilakukan dengan tidak mengunakan prinsip prinsip akutansi adalah merupakan tuduhan yang keliru tanpa mengetahui procedure dan tata cara BPK bekerja dalam melakukan Audit di BUMN
Sebab pemeriksaan keuangan atas 141 BUMN oleh BPK untuk memberikan pendapat/opini atas kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan berdasarkan pada (a) kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan dan atau prisip-prinsip akuntansi yang ditetapkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan; (b) kecukupan pengungkapan (adequate disclosure); (c) kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan; dan (d) efektivitas sistem pengendalian intern.
Cakupan pemeriksaan atas Laporan Keunagan BUMN oleh BPK meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan realisasi anggaran atau laporan surplus (defisit) atau laporan aktivitas, laporan perubahan ekuitas dan rasio modal, serta laporan arus kas.
Hasil pemeriksaan keuangan atas LK BUMN disajikan dalam tiga kategori, yaitu opini, sistem pengendalian intern (SPI), dan kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan.kalau akhirnya dalam tiga kategori tersebut ditemukan suatu hasil penyimpangan maka BPK meminta pertangung jawaban direksi BUMN
Untuk mencapai pengelolaan keuangan negara dengan prinsip prinsip Good Clean Government yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel, pemerintah wajib melakukan pengendalian intern atas penyelenggaraan kegiatannya. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara mengharuskan pemeriksa untuk mengungkapkan kelemahan atas pengendalian intern entitas.
Ini berarti BPK dalam melakukan audit laporan keuangan BUMN sudah seuai dengan Undang yang berlaku serta sudah menerapkan prinsip prinsip Good Governance dalam menciptkan tranfaransi mengenai laporan keuangan BUMN ,sehingga sangat jelas bahwa Indonesia Audit t watch kurang mengerti alur kerja serta tata cara pemeriksaaan keuangan oleh BPK terhadap BUMN .
Maka tak jarang hasil temuan temuan laporan keuangan di BUMN banyak terjadi penyimpangan atau pengunaan modal BUMN tidak digunakan sesuai dengan peraturan dan perundang undangan atau terjadi pengelapan dan korupsi , yang akhirnya oleh BPK diserahkan ke pihak penegak hukum dalam hal KPK , Kejaksaan dan kepolisian untuk ditindak secara hukum .
Dari hasil temuan penyimpangan keuangan yang terjadi BUMN oleh BPK sudah banyak BUMN yang diperiksa oleh Kejaksaan Agung seperti pada kasus mark up pembelian floating Crane oleh PT Bukit Asam yang terindikasi merugikan negara hampir 362 milyar , Peyimpangan pada PT Pos Indonesia yang saat ini sedang ditangani oleh KPK .
Sehingga sangat jelas bahwa Indonesia Audit Watch yang meyatakan bahwa BPK tidak mengaudit 141 BUMN secara professional adalah tidak benar serta menunjukan bahwa IAW tidak sangat tidak menguasai tata cara pemeriksaan keuangan yang dilakukan oleh BPK
Apalagi tuduhan IAW terhadap oknum pejabat BPK yang mengambil keuntungan dari audit terhadap BUMN dengan mengunakan KAP ( Kantor akutan Publik ) yang ada hubungan dengan pejabat karir BPK juga tuduhan yang tidak mendasar sebab kedudukan seorang Auditor adalah merupakan profesi profesional aatu individual , apalagi kalau pejabat BPK yang dituduh oleh Indonesia Audit Watch sudah tidak berpraktek pada KAP yang mengaudit BUMN tertentu . Sebab jika dalam melakukan auditing seoarang auditor melakukan penyimpangan atau Malpraktek maka auditor tersebut dapat dicabut ijinnya serta bisa dianggap telah melakukan penipuan .
Ada dugaan kuat bahwa bisa saja tuduhan Indonesia Audit Watch terhadap pejabat BPK itu dilakukan atas pesanan direksi BUMN yang tidak suka atas hasil pemeriksaan pejabat karir BPK yang menemukan adanya penyimpangan peyimpangan keuangan di BUMN yang terindikasi korupsi , hal ini dilakukan oleh Indonesia Audit Wacth untuk mengaburkan persolan tersebut dan mendelegitimasi hasil audit BPK terhdap BUMN yang terindikasi korupsi .
Sehingga kami sebagai Serikat Pekerja BUMN yang terlibat langsung dalam pengelolaan BUMN meyayangkan pernyataan IAW yang tidak didukung dengan data yang akurat alias asal bunyi saja , sebab selama ini Serikat pekerja BUMN yang selalu meyuarakan adanya pemyimpangan penyimpangan yang terjadi di BUMN . dan kami sangat mempercayai hasil audit BPK terhadap BUMN sudah dilakukan dengan professional dan sesuai prinsip prisip akutansi yang seauai undang undang .
Kami juga menghimbau kepada BPK untuk tidak terpengaruh dengan pernyataan IAW yang asal bunyi yang hanya untuk mencari keuntungan dari BUMN ataupun BPK .sebab banyak LSM LSM yang tidak jelas bersuara lantang terhadap BPK dan BUMN yang pada akhirnya hanya untuk meminta proyek di BPK atau di BUMN.